Tebu diperkenalkan pertama kali oleh imigran Cina yang datang di Pulau Jawa sekitar abad 15 dan system bercocok tanam yang mereka gunakan adalah system perladangan. Kemudian pada tahun 1667 datang sekelompok pedagang Belanda di Pulau Jawa yang mendirikan VOC. Dengan peningkatan permintaan gula di Eropa maka pada tahun 1750 pabrik milik etnis Cina disewa untuk memproduksi gula di Eropa terutama di pantai utara Jawa. Pabrik gula diberi kesempatan menyewa tanah rakyat dalam jangka waktu 3 tahun.
Pada tahun 1710 terdapat 130 pabrik gula di pulau Jawa. Karena besarnya suplai gula, tingginya harga beras, bahan bakar, dan ternak yang menyebabkan banyaknya pabrik gula yang gulung tikar dan tinggal 55 pabrik gula saja yang bertahan pada tahun 1776.
Dengan bangkrutnya VOC pada tahun 1810. Pemerintah Belanda mengambil alih kekuasaan VOC di tanah Jawa. Berbagai usaha dilakukan oleh Belanda untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar – besarnya dengan system tanam paksa untuk menutupi hutang – hutangnya karena kalah perang di Eropa. Peranan swasta benar – benar terdesak sehingga hanya tinggall 4 buah saja yang beroperasi pada tahun 1870. Sejalan dengan paham liberalisme Eropa dan tuntutan politik etis di Indonesia mengakibatkan system paksa dihapuskan dan swasta mulai berkembang pesat. Kemudian dikeluarkan UU Agraria yang memperbolehkan penyewaan tanah selama jangka 75 tahun yang menaikkan investasi dalam pendirian pabrik gula. Dan pada tahun 1918 dikeluarkan Grandhuur Ordonante yang mengatur penggunaan tanah rakyat dalam jangka waktu 21 – 25 tahun. Selama sewa tiap 2 tahun sekali tanah diserahkan kepada pemilik untuk digarap. Yang menghasilkan system Glebag yaitu pembagian tanah dimana dua bagian untuk digarap pemilik dan satu Glebag untuk ditanami tebu.
*ENJOY 4 THIS*